Homoseksual
APA ITU HOMOSEKSUAL??
A.
Pengertian
Homoseksual
secara umum, homosekual
menurut Soejono adalah hubungan sesama pria. Gejala ini terdapat juga di
Indonesia walaupun tidak sebanyak yang kita jumpai di Amerika / Eropa. Homosex
di Indonesia dianggap sebagai perbuatan terkutuk dan yang tertangkap diajukan
kepengadilan, meskipun petugas-petugas hukum menyadari bahwa perbuatan tersebut
diluar keinginan sipelaku dan merupakan penyakit. Biasanya gejala-gejala
tersebut dimulai didalam penjara. homoseks dipenjara.
Homoseks
sesungguhnya biasanya terdapat dipenjara dan ditempat itu mereka saling
mengajak para anggota sekelamin untuk bersetubuh atau merusak moral orang yang
belum dewasa. Secara bersama-sama mereka mengambil keuntungan dari penyimpangan
fisiknya sehingga membuat kesulitan bagi pegawai-pegawai penjara.
Pengawas-pengawas ini rata-rata mempunyai pengetahuan dalam menghadapi orang-orang
semacam ini. Mereka biasanya membalas tiap-tiap tindakan individu itu dengan
cenderung untuk menghina dan melakukan kekerasan tanpa belas kasihan.
Abnormalitas
dalam pemuasan dorongan seksual itu dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1. Abnormalitas
seks disebabkan oleh dorongan seksual
abnormal. Termasuk di dalamnya adalah (1) prostitusi pelacuran; (2) promiskuitas; (3) perzinaan atau
adultery; (4) seduksi bujukan dan perkosaan; (5) frigiditas atau kebekuab seks;
(6) impotensi; (7) ejakulasi premature; (8) coupulatory Impotency dan
pshycogenic aspermia, atau pembuangan sperma yang terlalu cepat; (9)
nymphomania atau hyperseksualitas; (10) satyriasis atau satiro mania, yaitu
hyperseksualitas pada pria; (11) vaginismus atau kontraksi pada vagina; (12)
dispareuni yaitu sulit dan merasa sakit sewaktu bersaenggama; (13) anorgasme
yaitu ejakulasi atau pengeluaran air mani namun tanpa puncak kepuasaan
seksual/orgasme dan (14) kesukaraan coitus pertama.
2. Abnormalitas
seks disebabkan oleh partner seks yang
abnormal. Termasuk di dalamnya ialah : (1) homoseksualitas, oral erotisme,
anal erotisme, dan interfemoral coitus, (2) lesbianisme, (3) bestialisty atau
persetubuhan dengan binatang, (4) zoofilia, bentuk cinta-mesra denagn binatang,
(5) nekrofilia yaitu hubungan seksual dengan orang mati,(6) pornografi dan
obscenity /dukana, (7) pedofilia atau persetubuhan dengan anak kecil, (8)
fathisisme, (9) frottage, yaitu kepuasan seks dengan meraba-raba orang lain,
(10) geronto-seksualitas yaitu persetubuhan denagn wanita tua atau berumur
lanjut, (11) incest atau relasi seks dalam kaitan kekerabtan/keturunan yang
snagta dekat, (12) saliromania, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan
mengotori badan wanita, (13) tukar isteri disebut juga sebagai tukar kunci,
(14) misofilia, koprofilia dan urofilia, yaitu melakukan coitus yang dibarengi
dengan kesenangan pada kotoran, hal-hal yang najis tahi dan air kemih.
3. Abnormalitas
seks dengan cara-cara yang abnormal dalam pemuasan dorongan seksualnya.
Termasuk dalam kelompok ini ialah : (1) onani atau masturbasi, (2) sadism, (3)
masokhisme dan sadomasokhisme, (4) voyeurism, yaitu mendapatkan kepuasn seks
dengan diam-diam melihat orang bersenggama dan telanjang melalui lubang kunci,
(5) ekhsibionisme, kepuasan seks dengan memperlihatkan alat kelaminnya, (6)
skoptifilia mendapatkan kepuasan seks dengan melihat orang-orang lain
bersetubuh, atau melihat alat kelamin orang lain, (7) transvestitisme, yaitu
nafsu patologis untuk memakai pakaina dari lawan jenis kelamin, (8)
transseksualisme, merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur
fisiknya/banci, (9) triolisme atau melakukan senggama, dengan mengikut sertakan
orang lain untuk menonton dirinya.
Homoseksual secara khusus, ketika seseorang menyebutkan homoseksual, kata-kata homoseksual ini dapat
mengacu pada tiga aspek:
1. Orientasi Seksual / Sexual
Orientation
Orientasi seksual - homoseksual yang dimaksud disini adalah ketertarikan / dorongan / hasrat untuk
terlibat secara seksual dan emosional terhadap orang yang berjenis kelamin
sama. American Psychiatric Association menyatakan bahwa orientasi seksual
berkembang sepanjang hidup seseorang. Sebagai informasi tambahan, dalam taraf
tertentu, pada umumnya setiap orang cenderung memiliki rasa ketertarikan
terhadap sesama jenis. Seperti misalnya saja: pria yang mengidolakan aktor /
musisi / tokoh pria tertentu dan juga sebaliknya wanita yang mengidolakan
aktris / musisi / tokoh wanita tertentu.
2. Perilaku Seksual / Sexual Behavior
Homoseksual dilihat dari aspek ini mengandung pengertian perilaku seksual yang dilakukan antara
dua orang yang berjenis kelamin sama. Perilaku
seksual manusia melingkupi aktivitas yang luas seperti strategi untuk menemukan
dan menarik perhatian pasangan, interaksi antar individu, kedekatan fisik atau
emosional, dan hubungan seksual.
3.
Identitas
Seksual / Sexual Identity
Sementara homoseksual jika dilihat dari aspek ini mengarah pada identitas
seksual sebagai gay atau lesbian. Sebutan gay digunakan pada homoseksual pria,
dan sebutan lesbian digunakan
pada homoseksual wanita. Tidak semua homoseksual secara terbuka berani
menyatakan bahwa dirinya adalah gay ataupun
lesbian terutama kaum
homoseksual yang hidup di tengah-tengah masyarakat / negara yang melarang
keras, mengucilkan, dan menghukum para homoseksual.
B.
Sebab
Terjadinya Homoseksual
Dinegara kita
dikenal istilah “WADAM” laki-laki yang
suka berdandan sebagai wanita dan mungkin inilah yang suka melayani homosex,
namun tidak dibenci oleh masyarakat, karena rupanya masyarakat menyadari bahwa
mereka yang mengidap penyakit kelamin (abnormal), sebenarnya patut dikasihani. Homosex di Indonesia sangat
tertutup (tersenyum) jarang yang sampai kepengadilan, jumlahnya sulit
diketahui. Banyak kaum homoseks yang cerdas dengan caranya sendiri menghasilkan
suatu penyesuaian yang memuaskan.
Banyak orang
yang bersikap homoseks, seperti terlihat dalam laporan KENSEY dinyatakan bahwa
kurang lebih 37 dari pria kulit putih Amerika dihinggap penyakit tersebut.
Sebab-sebab penyimpangan ini adalah kompleks. Beberapa orang yang
dihinggapi homoseks disebabkan oleh
factor-faktor jasmani misalnya pembawaan sejak lahir, cidera, dan mungkin
rangsangan-rangsangan yang mendorong untuk berbuat hal-hal tersebut. Yang lain
memasuki kelakuan ini melalui kesalahan-kesalahan dan hal-hal luar biasa dalam
hubungan keluarga, kesalahan dalam pendidikan, seks, pengalaman pahit tentang
seks, pengalaman seks yang abnormal.
Kecenderungan
pada homoseks, muncul akibat tidak adanya dasar-dasar fisik, tetapi mereka
tidak dapat mengendalikan diriniya.
Kemudian menjelma menjadi homoseks akibat perubahan phisik atau oleh tipe-tipe
khusus dari lingkungan dan pengalamannya. Homoseks yang sesungguhnya banyak
kurang dipahami oleh kalangan bukan ahli dan polisi. Masyarakat beranggapan
bahwa ia adalah kemerosotan dari suatu generasi lebih dari pada penderitaan
suatu kesengsasraan yang bukan karena kesalahannya sendiri. Walaupun banyak
diantara kaum homoseks yang baik dan perasa dalam karakternya, namun mereka
adalah tidak wajar.
Hampir seluruh
kota-kota besar di Amerika dan Eropa memiliki individu-individu semacam itu,
baik yang mempunyai pekerjaan tukang batu, tembok untuk produktifitasnya yang
abnormal yang tidak merugikan. Tetapi homoseks yang diakibatkan oleh
dasar-dasar phisik biasanya kurang bisa disembuhkan walaupun terdapat faedah
yang penting dari terapi kelenjar,
terutama apabila kecenderungan
akan homoseks telah terlihat jauh sebelumnya dalam kehidupan seks tersebut.
Kaum homoseks mungkin sebagai salah satu yang pasif dimana ia berperan sebagai
wanita tanpa memandang sexnya yang sebenarnya apakah ia laki-laki atau, wanita dapat dianggap sebagai partner yang
mempunyai peranan pasif. Dalam tiap persoalan mereka akan saling merangsang
disebabkan oleh sifat dan kondisinya.
Homoseks pria
bersifat pasif, jika tidak dikekang kebiasaannya akan berpakaian sebagai
wanita, memakai lipstick, memakai cutek dan mengeriting rambutnya. Walaupun tak
dihalangi hal ini akan berlangsung lama. Wanita homoseks yang bersikap aktif
akan merangsang partnernya dengan memiliki celana atau pakaian pria lainnya
berlagak dan berperan sebagai laki-laki.
Terdapat beberapa garisan besar kemungkinan
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya homoseksual sebagai berikut:
1.
Biologis
Kombinasi / rangkaian tertentu di dalam genetik (kromosom), otak , hormon,
dan susunan syaraf diperkirakan mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Deti
Riyanti dan Sinly Evan Putra, S.Si mengemukakan bahwa berdasarkan kajian
ilmiah, beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual dapat dilihat dari :
1)
Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari susunan
kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromosom x dari
ibu dan satu kromosom x dari ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu
kromosom x dari ibu dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu
seks pria. Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap
berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter
yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1
diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy.
Orang tersebut tetap berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami
kelainan pada alat kelaminnya.
2)
Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai hormon yang
dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita
ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormon esterogen
dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang
menyebabkan perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.
3)
Struktur Otak
Struktur otak pada straight
females dan straight males
serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak
bagian kiri dan kanan dari straight
males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian
kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay
females ini biasa disebut lesbian.
4)
Kelainan susunan syaraf
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf
otak dapat mempengaruhi perilaku seks heteroseksual maupun homoseksual.
Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar
tengkorak. Kaum homoseksual pada umumnya merasa lebih nyaman menerima
penjelasan bahwa faktor biologis-lah yang mempengaruhi mereka dibandingkan
menerima bahwa faktor lingkunganlah yang mempengaruhi.
2.
Lingkungan
Lingkungan diperkirakan turut mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Faktor
lingkungan yang diperkirakan dapat mempengaruhi terbentuknya homoseksual
terdiri atas berikut:
1)
Budaya /
Adat-istiadat
Dalam budaya dan adat istiadat masyarakat tertentu terdapat ritual-ritual
yang mengandung unsur homoseksualitas, seperti dalam budaya suku Etoro yaitu
suku pedalaman Papua New Guinea, terdapat ritual keyakinan dimana laki-laki
muda harus memakan sperma dari pria yang lebih tua untuk memperoleh status
sebagai pria dewasa dan menjadi dewasa secara benar serta bertumbuh menjadi
pria kuat. Karena pada dasarnya budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam
suatu kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak mempengaruhi pribadi
masing-masing orang dalam kelompok masyarakat tersebut, maka demikian pula
budaya dan adat istiadat yang mengandung unsur homoseksualitas dapat
mempengaruhi seseorang.
2)
Pola asuh
Cara mengasuh seorang anak juga dapat mempengaruhi terbentuknya
homoseksual. Sejak dini seorang anak telah dikenalkan pada identitas mereka
sebagai seorang pria atau perempuan. Dan pengenalan identitas diri ini tidak
hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna di balik sebutan pria atau
perempuan tersebut, meliputi:
·
Kriteria
penampilan fisik : pemakaian baju, penataan rambut, perawatan tubuh
·
Karakteristik
fisik : perbedaan alat kelamin pria dan wanita, pria pada umumnya memiliki kondisi fisik yang lebih kuat dibandingkan
dengan wanta, pria pada umumnya tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang
mengandalkan tenaga / otot kasar sementara wanita pada umumnya lebih tertarik
pada kegiatan-kegiatan yang mengandalkan otot halus
·
Karakteristik
sifat : pria pada umumnya lebih menggunakan logika / pikiran sementara wanita
pada umumnya cenderung lebih menggunakan perasaan / emosi; pria pada umumnya
lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang membangkitkan adrenalin, menuntut
kekuatan dan kecepatan, sementara wanita lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang
bersifat halus, menuntut kesabaran dan ketelitian.
·
Karakteristik
tuntutan dan harapan : Untuk masyarakat yang menganut sistem paternalistik maka
tuntutan bagi para pria adalah untuk menjadi kepala keluarga dan bertanggung
jawab atas kelangsungan hidup keluarganya. Dengan demikian pria dituntut untuk
menjadi figur yang kuat, tegar, tegas, berani, dan siap melindungi yang lebih
lemah. Sementara untuk masyarakat yang menganut sistem maternalistik maka
berlaku sebaliknya bahwa wanita dituntut untuk menjadi kepala keluarga.
3)
Figur orang
yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis
Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan
melihat pada: orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya:
anak laki-laki melihat pada ayahnya, dan anak perempuan melihat pada ibunya;
dan kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama
dengannya. Homoseksual terbentuk ketika anak-anak ini gagal mengidentifikasi
dan mengasimilasi - apa, siapa, dan bagaimana - menjadi dan menjalani peranan
sesuai dengan identitas seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria
dan wanita.
3.
Kekerasan
seksual / Penderaan seksual / Sexual abuse dan Pengalaman traumatik
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab
terhadap orang lain yang berjenis kelamin sama adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Banyak hal yang dapat membuat seseorang
melakukan kekerasan seksual semacam ini, antara lain:
·
Hasrat seksual
/ nafsu
·
Pelampiasan
kemarahan / dendam
·
Ajang ngerjain orang, seperti: perploncoan
dari senior kepada junior, nge-bully teman yang culun, dan
sejenisnya
Pada dasarnya semua orang yang
melakukan hubungan seksual terhadap orang lain tanpa adanya persetujuan dari
orang tersebut sudah termasuk ke dalam kategori melakukan kekerasan seksual.
Seperti apa bentuk kekerasan seksual yang dilakukan sangat bervariasi. Mulai
dari memegang alat kelamin sesama jenis, menginjak-injak, memaksa untuk
melakukan sesuatu hal terhadap alat kelaminnya sendiri maupun alat kelamin si
pelaku, hingga menggunakan alat-alat tertentu sebagai media dalam melakukan
kekerasan seksual.
Kekerasan seksual seperti ini
menempatkan korban dalam sebuah situasi yang sangat ekstrim tidak menyenangkan,
mengancam jiwa, tidak aman, meresahkan, kacau, dan membingungkan. Ini menjadi
sebuah pengalaman traumatik dalam diri korban. Pengalaman demikian dapat
mengganggu kondisi psikologis korban. Ia berusaha untuk menghindari ingatan
mengenai kejadian tersebut yang membuatnya sangat tidak nyaman dan sangat
terluka / "sakit". Setiap hal yang memicu ingatannya terhadap
kejadian tersebut membuatnya menjadi sangat resah, kadang muncul rasa marah,
dan seringkali baik disadari maupun tanpa disadari korban melakukan upaya untuk
merusak / "menyakiti" dirinya sendiri. Ini dinamakan trauma psikologis.
Pengalaman traumatik tidak hanya terbatas pada mengalami kekerasan seksual,
melihat seorang yang melakukan kekerasan seksual ataupun melakukan hubungan
homoseksual juga dapat menjadi sebuah pengalaman traumatik bagi seseorang.
C. Peran Guru BK dalam Mengatasi Hubungan Sesama Jenis
Ada
beberapa peran yang bisa dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling sebagai
solusi dari fenomena homoseksual pada remaja antara lain:
1.
Guru
bimbingan konseling sebagai konselor di sekolah memberikan layanan pendidikan
moral atau agama yang cukup. Hal ini diharapkan dapat membentengi remaja dari
penyimpangan perilaku penyimpangan seksual yang berujung kepada seks bebas
serta homoseksual di kalangan remaja.
2.
Guru
bimbingan konseling wajib memberikan pendidikan seks bagi remaja karena sangat
diperlukan agar remaja dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
3.
Guru bimbingan konseling meminta bantuan wali kelas agar
pada saat perwalian dengan orang tua siswa, wali kelas menyampaikan beberapa
hal mengenai pentingnya perhatian serta teladan dari orang tua kepada
anak-anaknya. Hal tersebut sangat diperlukan oleh seorang remaja, agar mereka
terhindar dari penyimpangan perilaku seksual yang menjurus kepada seks bebas
dan homoseksual.
Mengacu pada
dinamika remaja, menurut saya metode yang paling tepat untuk dilakukan oleh
guru bimbingan dan konseling sebagai konselor di sekolah dalam menangani
masalah homoseksual adalah dengan cara memeberikan layanan orientasi,
informasi, serta bimbingan dan konseling kelompok. Menurut Prayitno (2004)
orientasi berarti tatapan ke depan ke arah dan tentang sesuatu yang baru.
Berdasarkan arti ini, layanan orientasi bisa bermakna suatu layanan terhadap
siswa di sekolah yang berkenaan dengan tatapan ke depan ke arah dan tentang
sesuatu yang baru. Layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi yang baru. Guru
bimbingan konseling sebaiknya menjalankan layanan ini dengan melihat fungsi
pencegahan, yaitu layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar
terhindar dari hal-hal negatif seperti penyimpangan seksual yang dapat timbul
apabila individu tidak memahami situasi atau lingkungannya yang baru.
Di samping
itu, guru bimbingan konseling juga mendampingi siswa dengan memberikan layanan
informasi pada saat jam pelajaran bimbingan dan konseling di kelas. Layanan
informasi ini bertujuan agar individu (siswa) menegtahui dan menguasai
informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan perkembangan dirinya. Dalam upaya menangani masalah penyimpanagn seksual
ini, guru bimbingan konseling harus menyampaikan kepada peserta didik
mengenai pendidikan seks, perkembangan
remaja baik secara fisik maupun psikologis, termasuk perkembangan organ
seksualnya, dampak buruk dari perilaku penyimpangan seksual dan bagaimana cara
menghindarinya.
Pada
akhirnya layanan tersebut akan lebih sempurna jika guru bimbingan konseling
juga memberikan layanan bimbingan dan konseling kelompok. Karena untuk membahas
masalah seksualitas ini kurang maksimal jika dilakukan secara perorangan
ataupun layanan konsultasi. Individu akan merasa canggung untuk membahas hal
tersebut. Dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok ini, aktivitas harus
diwujudkan untuk membahas berbagai hal mengenai seluk beluk pendidikan seks
bagi remaja yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu
(siswa) yang menjadi peserta layanan di bawah bimbingan pemimpin kelompok (guru
bimbingan konseling atau konselor). Layanan ini juga memberi hasil positif lain
yakni mengembangkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi, berkomunikasi baik
secara verbal maupun nonverbal, pengembanagn persepsi, wawasan, pikiran,
perasaan, dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif.
Dari
keseluruhan layanan di atas, diharapkan dapat memberi pemahaman peserta didik
akan bahaya penyimpangan seks bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Pengetahuan-pengetahuan akan perkembangan remaja dan pendidikan seks juga
diharapkan dapat membuat siswa selalu bersikap sesuai norma yang ada dalam
masyarakat dan dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Tujuan bimbingan dan
konseling ini tidak akan berhasil tentunya tanpa bantuan dari semua pihak baik
dari sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan, maupun keluarga siswa, serta
siswa itu sendiri dalam menyikapi keadaan yang ada pada dirinya.
Komentar
Posting Komentar